pengertian upaya hukum banding pengadilan proses penipuan penggelapan menurut hukum pidana indonesia

Upaya hukum banding pengadilan

Izinesia.id – Upaya hukum merupakan bagian yang vital dalam meningkat kesadaran hukum masyarakat di Indonesia. Masyarakat perlu memahami bahwa terdapat mekanisme dan prosedur yang harus dijalankan selama terlibat dalam suatu tindak pidana. Upaya hukum dalam perkara pidana terdiri dari beberapa tahap, diantaranya : (1) Tahap penyidikan ditingkat pendidikan, (2) Tahap penuntutan, dan (3) Tahap pemeriksaan di sidang pengadilan.

Kondisi ini semakin menarik dengan dihadirkannya berbagai upaya-upaya hukum perkara pidana.

Macam-Macam Upaya Hukum Pidana

Upaya hukum dalam peradilan sendiri terbagi menjadi tiga, diantaranya :

  1. Upaya Hukum Prapradilan.

Pasal 77 s/d Pasal 83 dalam KUHP menjelaskan prapradilan yang digunakan para pihak untuk mengajukan upaya hukum guna menguji apakah tindakan-tindakan yang dilakukan aparat penegak hukum. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini sepert pihak kepolisian yang bertugas melakukan penyidikan dalam hal tindakan hukum selah benar dimata hukum atau tidak. Istilah dan pengertian prapradilan tersebut dapat dilihat dalam 2 (dua) Pasal di KUHAP, yaitu :

Pasal 1 angka 10

“Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

      Pasal 77

“Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”

Dalam perkembangannya, objek prapradilan telah bertambah berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 16 Maret 2015, sehingga saat ini objek prapradilan adalah :

  1. Sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
  3. Sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan
  4. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. 
  1. Upaya Hukum Biasa.

Upaya ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

Pertama, upaya hukum banding. Aturan mengenai upaya hukum banding diatur dalam Pasal 67 KUHAP yang menyatakan Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.

Dari uraian pasal ini, disimpulkan bahwa terdakwa atau penuntut umum diberikan hak untuk mengajukan upaya banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas dari segala dakwaan (vrijsprak) atau lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtvervollging) yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat (putusan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu-lintas).

 

Kedua, upaya hukum kasasi. Aturan mengenai upaya hukum kasasi ini diatur dalam Pasal 244 KUHAP yang menyatakan terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada MA, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada MA kecuali terhadap putusan bebas.

Selanjutnya dalam Pasal 253 KUHAP disebutkan pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh MA  atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 KUHAP guna menentukan :

  1. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
  2. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;
  3. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya;

Dalam perkembangannya, terhadap frasa “kecuali terdahap putusan bebas” dalam Pasal 244 KUHAP telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusannya No. 114/PUU-X/2012 tanggal 28 Maret 2013. Sehingga saat ini terdakwa mapun penuntut umum tetap dapat mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan bebas tersebut.

 

  1. Upaya Hukum Luar Biasa

      Upaya hukum luar biasa ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

Pertama, pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum. Aturan mengenai ini diatur dalam Pasal 259 KUHAP yang menjelaskan demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada MA, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung. Pada prinsipnya, putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.

Kedua, Peninjauan Kembali (PK). Aturan mengenai peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap diatur dalam Pasal 263 KUHAP yang menyatakan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali  (PK) kepada MA. Adapun alasan-alasan mengajukan PK yaitu :

  1. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
  2. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
  3. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Dalam Pasal 268 ayat (3) KUHAP menyatakan permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja. Namun, pasca adanya putusan MK No. 114/PUU-X/2012 tanggal 28 Maret 2013, maka saat ini PK yang ingin diajukan terpidana atau ahli warisnya dapat dilakukan berkali-kali tanpa harus dibatasi.

 

Penulis : Team Izinesia

Open chat
1
Salam Hormat Kami izinesia.id