pengertian tanah hak milik
Sebelum UU No. 5 tahun 1960 tentang Undang – Undang Pokok Agraria (“UUPA”) diundangkan, Indonesia mengenal jenis – jenis hak atas tanah yang berasal dan bersumber dari hukum eropa (barat) yang antara lain:
- Hak Eigendom yaitu hak milik atas tanah karena setiap orang yang memiliki hak eigendom dapat dengan leluasa atau bebas untuk menggunakan ha katas tanahnya tersebut sepanjang tidak bertentangan peraturan perundang-undangan atau tidak mengganggu hak orang lain (Pasal 570 KUHPerdata);
- Hak Erfpacht yaitu hak untuk memanfaatkan suatu tanah yang bukan miliknya dengan adanya kewajiban akan membayar upeti setiap tahunnya kepada pemilik tanah (Vide: Pasal 720 KUHPerdata);
- Hak Opstal yaitu suatu hak atas tanah untuk mempunyai rumah-rumah, bangunan-bangunan dan tanaman diatas tanah milik orang lain. (Pasal 711 KUHPerdata);
- Hak Van Gebruik yaitu suatu hak kebendaan, dengan mana seorang diperbolehkan menarik segala hasil dari sesuatu kebendaan milik orang lain, sehingga seolah-olah dia sendiri pemilik kebendaan itu, dan dengan kewajiban memeliharanya (Pasal 756 KUHPerdata).
Setelah UUPA diundakan, maka terhadap hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dan hak van gebruik tidak diberlakukan lagi. Akan tetapi, agar hak-hak tersebut dapat diberlakukan, maka wajib pemilik hak wajib melakukan konversi (mengubah/ menyesuaikan) dengan hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA, seperti:
- Hak Milik;
- Hak Guna Usaha;
- Hak Guna Bangunan; atau
- Hak Pakai,
Penulis menafsrikan, Dalam ketentuan-ketentuan konversi UUPA sebagaimana diatur dalam Pasal I, II dan III menegaskan bahwa pemilik hak atas tanah yang bersumber dari eropa tersebut wajib melakukan konversi yang hanya berlaku selama 20 (dua puluh) tahun. Artinya, dengan demikian konversi hanya berlaku sampai dengan tahun 24 September 1980.
Namun adanya batasan waktu konversi tersebut menimbulkan suatu pertanyaan yaitu bagaimana jika bukti-bukti kepemilikan hak atas tanah barat seperti bukti kepemilikan hak eigendom masih dimiliki, apakah pemilik hak masih dalam melakukan konversi menjadi hak milik sebagaimana diatur dalam UUPA ?
Apabila mencermati ketentuan Pasal 24 dan Pasal 25 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka pihak-pihak yang masih memiliki hak eigendom masih dimungkinkan untuk didaftarkan dan dilakukan konversi, sepanjang dapat dibuktikan dengan bukti-bukti yang kuat.
Pasal 24
- Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebani-nya.
- Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat:
- Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;
- Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Pasal 25
- Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti sebagaimana dimaksud Pasal 24 dilakukan pengumpulan dan pene-litian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersang-kutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
- Hasil penelitian alat-alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam suatu daftar isian yang ditetapkan oleh Menteri.
Walaupun masih dimungkinkan untuk melakukan konversi berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 25 PP No. 24 Tahun 1997 diatas, akan tetapi biasanya dalam prakteknya terhadap tanah tersebut saat ini telah dilekati hak kepemilikan atas tanah seperti Hak Guna Bangunan (HGB) atau Hak Guna Usaha (HGU). Selain itu, biasanya dilekati Hak Pengelolaan (HPL) yang dikuasai oleh pemerintah.
Untuk menuntut hak-hak tersebut kembali, maka pemilik hak eigendom biasanya diberikan kesempatan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan, yaitu:
- Mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan tujuan membatalkan sertifikat hak kepemilikan milik orang lain tersebut. Akan tetapi, dalam prakteknya biasanya terkendala dengan jangka waktu pengajuan gugata yang dibatasi 90 (Sembilan puluh hari) sejak sertifikat diterbitkan oleh pihak atau sejak diketahui.
Pasal 55 UU PTUN: “Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.”
- Mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN), akan tetapi juga biasanya mengalami kendala, sebab Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 2007 membatasi jangka waktu pemilik hak eigendom mengajukan gugatan dengan jangka waktu 5 (lima) tahun sejak terbitnya sertifikat.
Pasal 32 ayat (2): “Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu telah tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersang-kutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.”
Penulis : Team Izinesia