Hapusnya Hak Negara Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana
Izinesia.id – Pasal 237 KUHAP menyebutkan Penuntut umum berwenang dalam melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya, dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.
Penuntut Umum, pada dasarnya wajib melakukan penuntutan terhadap siapapun yang telah melakukan tindak pidana di dalam daerah hukumnya, namun ada hal yang dapat membuat penuntut umum tidak dapat melakukan penuntutan. Dasar-dasar yang meniadakan penuntutan dapat dijumpai dalam KUHP, antara lain:
- Buku I Bab V, yaitu dalam Pasal 61 dan 62 KUHP yang menentukan bahwa penerbit dan pencetak itu tidak dapat dituntut apabila pada benda-benda yang dicetakkan atau diterbitkan itu telah mereka cantumkan nama-nama serta alamat orang yang menyuruh mencetak benda- benda tersebut, atau pada kesempatan pertama setelah ditegur kemudian memberi julukan nama dan alamat orang tersebut.
- Buku I Bab VII, yaitu dalam Pasal 72 KUHP dan selanjutnya, yang menambah bahwa tidak dapat dilakukan penuntutan apabila tidaka ada pengaduan.
- Buku I Bab VII, yaitu dalam Pasal 76, 77,78 dan Pasal 82 KUHP yang mengatur tentang hapusnya hak untuk melakukan penuntutan.
Secara umum biasanya penuntutan dihentikan atau dicabut sebagaimana yang diatur dalam Buku I Bab VIII KUHP, yaitu:
- Telah ada putusan hakim yang tetap (de kracht van een rechter lijkgeweijsde) mengenai tindakan yang sama (Pasal 76).
- Terdakwa meninggal dunia (Pasal 77).
- Perkara telah kadaluarsa (Pasal 78).
- Terjadi penyelesaian di luar pengadilan (Pasal 82).
Terkait dengan hal-hal tersebut diatas, dijelaskan sebagai berikut :
- Perbuatan yang telah diputus dengan keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (ne bis in idem)
Asas ini sebagai pegangan agar tidak lagi mengadakan pemeriksaan atau penuntutan terhadap pelaku yang sama dari suatu tindak pidana yang sudah mendapat putusan hakim tetap. Perumusan ketentuan mengenai ne bis in idem tercantum dalam Pasal 76 KUHP.
- Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia yang terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut.
- Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:
- Putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum;
- Putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena kadaluarsa.
Tujuan dari asas ne bis in idem adalah:
- Jangan sampai pemerintah berulang-ulang membicarakan tentang peristiwa yang sama juga, sehingga dalam suatu peristiwa ada beberpa putusan yang rupa-rupa yang akan mengurangkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
- sekalipun orang sebagai terdakwa harus diberi ketenangan hati, janganlah orang dibiarkan terus-menerus dengan perasaan terancam oleh bahaya penuntutan kembali dalam peristiwa yang sekali telah diputus.
Putusan hakim adalah setiap keputusan yang diberikan terhadap suatu perbuatan, dengan tidak ada perbedaan apakah putusan itu berupa pembebasan, pelepasan dari tuntuan hukum ataupun berupa penghukuman. Apabila ia mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka mengenai perbuatan yang sama dan terhadap orang yang sama lain kali sudah tidak dapat lagi dilakukan penuntutan.[1]
Putusan hakim dapat berupa:
- Pemidanaan (Pasal 193 KUHAP)
- Pembebasan dari dakwaan (Pasal 191 KUHAP)
- Pelepasan dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 KUHAP).
- Meninggalnya Terdakwa
Pasal 77 KUHP menentukan bahwa kewenangan menuntut pidana hapus jika terdakwa meninggal dunia. Akan tetapi dalam perkara tindak pidana korupsi, ada ketentuan yang secara tegas merupakan pengecualian dari ketentuan Pasal 77 KUHP, yakni terdapat pada Pasal 38 ayat (5) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menentukan:
“Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang cukup kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana korupsi, maka Hakim atau Penuntut Umum menetapkan perampasan barang-barang yang telah disita”.
Bilamana tersangka meninggal dunia pada saat sedang berlangsung penyidikan, maka penyidikan dihentikan demi hukum (Pasal 109 ayat (2) KUHAP) dengan mengeluarkan surat pemberitahuan penghentian penyidikan kepada penuntut umum dan keluarga tersangka. Apabila tersangka meninggal ketika perkara telah dilimpahkan ke pengadilan oleh penyidik kepada penuntut umum, maka jaksa penuntut umum menutup perkara demi hukum (Pasal 140 ayat (2) KUHAP).
- Telah Lampau Waktu dan Kadaluarsa
Telah lampaunya waktu penuntutan menyebabkan kewenangan menuntut pidana menjadi hapus. Beberapa lama tenggang waktu untuk terjadi kadaluarsanya sebuah tindak pidana tergantung pada berat ringannya ancaman pidananya, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 78 ayat (1) KUHP. Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluarsa:
- Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
- Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
- Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun.
- Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
- Penyelesaian di Luar Pengadilan
Penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan dimungkinkan dalam perkara pidana tertentu dan dengan cara tertentu pula dapat diselesaikan tanpa harus menyidangkan terdakwa dan menjatuhkan pidana kepadanya. Dengan membayar denda maksimum dan biaya-biaya tersebut, maka hapuslah kewenangan Negara untuk melakukan penuntutan pidana. Hal ini diatur dalm Pasal 82 KUHP:
- Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancanm dengan pidana denda saja yang menjadi hapus, kalau dengan suka rela dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum, dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya.
- Jika disamping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang yang dikenai perampasan harus diserahkan pula, atau harganya harus dibayar menurut taksiran pejabat dalam ayat (1).
- Dalam hal-hal pidana diperberat karena pengulangan, pengurangan itu tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan lebih dahulu telah hapus berdasarkan ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini.
- Ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini tidak berlaku bagi orang yang belum dewasa, yang pada saat melakukan perbuatan belum berumur enam belas tahun.
Bab 8 – Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana
Pasal 76
(1) Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.
Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut.
(2) Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:
- putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum;
- putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa.
Pasal 77
Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia.
Pasal 78
(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
- mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
- mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
- mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
- mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.
Pasal 79
Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut:
- mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan;
- mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328, 329, 330, dan 333, tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia;
- mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan, dipindah ke kantor tersebut.
Pasal 80
(1) Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa , asal tindakan itu diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam aturan-aturan umum.
(2) Sesudah dihentikan, dimulai tanggang daluwarsa baru.
Pasal 81
Penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan pra-yudisial, menunda daluwarsa.
Pasal 82
(1) Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan pidana denda saja menjadi hapus, kalau dengan suka rela dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum , dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya.
(2) Jika di samping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang yang dikenai perampasan harus diserahkan pula, atau harganya harus dibayar menurut taksiran pejabat dalam ayat 1.
(3) Dalam hal-hal pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan itu tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan lebih dahulu telah hapus berdasarkan ayat 1 dan ayat 2 pasal ini.
(4) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku bagi orang yang belum dewasa, yang pada saat melakukan perbuatan belum berumur enam belas tahun.
Pasal 83
Kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia.
Pasal 84
(1) Kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa.
(2) Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya dua tahun, mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya lima tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah sepertiga.
(3) Bagaimanapun juga, tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dari lamanya pidana yang dijatuhkan.
(4) Wewenang menjalankan pidana mati tidak daluwarsa.
Pasal 85
(1) Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada esak harinya setelah putusan hakim dapat dijalankan.
(2) Jika seorang terpidana melarikan diri selama menjalani pidana, maka pada esok harinya setelah melarikan diri itu mulai berlaku tenggang daluwarsa baru. Jika suatu pelepasan bersyarat dicabut, maka pada esok harinya setelah pencabutan, mulai berlaku tenggang daluwarsa baru.
(3) Tenggang daluwarsa tertuduh selama penjalanan pidana ditunda menurut perintah dalam suatu peraturan umum, dan juga selama terpidana dirampas kemerdekaannya, meskipun perampasan kemerdekaan itu berhubung dengan pemidanaan lain.
Penulis : Team Izinesia