pembayaran elektronik saldo uang elektronik money hilang bagaimana penjelasan

Saldo uang e-money hilang

Izinesia.id – Kasus kebobolan saldo uang elektronik di Indonesia terbilang cukup besar. tedapat kebocoran di salah satu Penyelenggara Jasa Sistematis Pembayaran (PJSP), kondisi ini sama halnya dengan pembobolan pada mesin. Destry Damayanti selaku Depti Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) menyampaikan bahwa pentingnya melihat track record e-wallet yang akan digunakan jika ingin menyimpan uang cukup besar. Pasalnya, masalah kehilangan uang di dompet digital bukan hal yang baru terjadi di Indonesia. Oleh karenanya, sebelum menggunakan harus terlebih dahulu mengecek siapa penyelenggara e-wallet tersebut. Selain itu, lembaga penyelenggara jasa keuangan dan perbankan harus meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi konsumen yang terbujuk oleh iming-iming return besar tanpa memperhitungkan risiko akan kerugian yang lebih besar.

Adanya perkembangan era dunia digital saat ini membuat pemerintah memiliki kewajiban untuk dituntut membuat regulasi (aturan) yang ketat mengenai penggunaan uang elektronik, sebab terdapat aspek penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan uang elektronik sebagai sarana untuk melakukan pembayaran seperti  menyangkut “perlindungan konsumen”.

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusannya No. 91/PUU-XV/2017 tertanggal 28 Februari 2018 telah mengingatkan pentingnya para pelaku usaha uang elektronik untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya keadaan memaksa (force majure) yang membuat mengurangi aspek perlindungan konsumen, yaitu :

“…Mahkamah untuk mengingatkan kepada pelaku usaha, dalam hal ini penyedia jasa jalan tol, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya keadaan memaksa (force majeur) yaitu kedaruratan, kealpaan hingga terjadi suatu keadaan yang menyebabkan kerusakan (error) pada mesin pembaca chip dalam e-money,  termasuk kemungkinan adanya pengguna jalan tol yang tidak mengetahui keharusan penggunaan uang elektronik (e-money), sehingga pengguna jasa jalan tol tidak terjebak disebabkan oleh kemungkinan-kemungkinan tersebut.”

Penerbit Tak Wajib Mengganti Saldo Bila Kartu Hilang

Saat ini, pengguna uang elektronik registered di Indonesia baru berbasis server atau server base, seperti dompet digital seperti OVO, Go-Pay, Sakuku, Dana, dan sebagainya. Adapun contoh uang elektronik unregistered atau berbasis chip (chip base) saat ini adalah e-money, flazz, tap-cash, dan lainnya. Menurut dia, penerbit hanya bisa mengganti saldo di uang elektronik terdaftar (registered).

Asisten Gubernur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih Hendarta, menjelaskan untuk uang elektronik tidak terdaftar (unregistered), penerbit tak wajib mengganti saldo jika kartu tersebut hilang. Ada beberapa alasan mengapa BI tak mewajibkan penerbit mengganti saldo jika uang elektronik unregistered tersebut hilang. Alasannya, penerbit sulit memastikan data pemilik uang elektronik tersebut. Pada uang elektronik unregistered, data identitas pengguna tidak terdaftar/tidak tercatat pada penerbit (Pasal 3 PBI Uang Elektronik), sehingga sulit dipastikan apakah pihak yang mengajukan klaim adalah pemilik asli dari uang elektronik tersebut. Selain itu, bank sentral tak mengizinkan pengembalian saldo di uang elektronik unregistered adalah mencegah adanya transaksi pencucian uang dan kegiatan terorisme atau Anti Money Laundering (AML) and Countering the Financing of Terrorism (CFT). Fitur transfer dana dan tarik tunai tidak diperkenankan untuk dilekatkan pada tipe uang elektronik unregistered (Pasal 43 PBI Uang Elektronik).

Kasus-kasus tersebut sudah ditangani oleh BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam perkembangannya, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (BI) No. 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik yang didalamnya terdapat beberapa pasal yang mewajibkan para pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha elektronik wajib memperhatikan aspek perlindungan konsumen secara ketat, yaitu sebagai berikut: 

Pasal 4:

Penyelenggaraan Uang Elektronik dilakukan dengan memenuhi prinsip:

  1. Tidak menimbulkan risiko sistemik;
  2. Operasional dilakukan berdasarkan kondisi keuangan yang sehat;
  3. Penguatan perlindungan konsumen;
  4. Usaha yang bermanfaat bagi perekonomian Indonesia; dan
  5. Pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Pasal 43:

  1. Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan konsumen.
  2. Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penerbit wajib:
    1. Membatasi permintaan dan penggunaan data dan/atau informasi Pengguna, sebatas yang diperlukan dalam penyelenggaraan Uang Elektronik;
    2. Menyediakan sarana dan/atau infrastruktur Pengisian Ulang (Top Up) secara luas untuk keperluan Pengguna; dan
    3. Memiliki mekanisme penggantian kerugian finansial kepada Pengguna sepanjang kerugian tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian Pengguna.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur.

Pada kondisi ketika di mana aturan BI bahwa penerbit tidak wajib mengganti uang anda, maka saudara memiliki hak untuk mengajukan gugatan perdata di Pengadilan untuk meminta ganti kerugian dengan dasar UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hal ini dapat memungkinkan pengadilan memberikan andil dalam hak anda untuk mendapatkan ganti rugi dan menafsirkan penerbit (pelaku usaha e-money) tetap memiliki kewajiban untuk mengganti uang elektronik pengguna yang hilang baik itu disebabkan kesalahan pengguna sendiri. Selain itu, sejalan dengan Pasal 1 angka 11 UU No. 8 Tahun 1999, anda dapat membawa permasalahan ini ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk diselesaikan. yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. 

Penulis : Team Izinesia

Open chat
1
Salam Hormat Kami izinesia.id